BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari perbuatan manusia hanyalah topeng-topeng yang dihiasi dengan aneka warna sehingga tampilannya indah dan penuh akan makna, akan tetapi perbuatan ini terkadang bukanlah tertetas dari sifat yang terdalamnya. Mereka berpikir, berbicara dan berbuat hanyalah untuk mendapatkan pujian dari sesama semata. Bahkan mereka mengatakan “perbuatanku ini hanya untuk memenuhi keinginan yang kebahagiaannya bersifat sesaat semata”.
Sebagai manusia yang berakhlak terutama sekali masyarakat pendidikan Islam yang tindakannya merupakan acuan lingkungannya sudah tidak seharusnya bertindak seperti boneka, yang menepikan suara hati (godspot), didoktrin melulu, bertindak berdasarkan kepentingan kelompoknya, tanpa harus ada mem-filter terlebih dahulu setiap doktrin yang masuk dan mengkaji kembali purpose dari kepentingan tersebut.
Adapun tujuan yang paling utama dalam pendidikan, apalagi pendidikan islam ialah tertetasnya sifat yang tertanam dalam jiwa yang sangat luar biasa indahnya, keluar dengan spontanitas tanpa membutuhkan dorongan dari luar yang dapat dikatakan sifat itu adalah darah dagingnya (akhlakul karimah).
Berdasarkan uraian di atas, agar kita mengerti lagi dengan tindakan kita, pemakalah membahas mengenai akhlak, yang mana lingkup dari pembahasan makalah akhlak ini ialah pengertian akhlak dan pembagian akhlak serta sifat-sifatnya).
BAB II
PEMBAHASAN
AKHLAK
A. PENGERTIAN AKHLAK
Ada beberapa pengertian akhlak
1. Dari segi bahasa (etimologi)
Perkataan akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari kata khulk. Khulk di dalam kamus al-munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Akhlak disamakan dengan susila dan sopan santun.[1] Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan khalq (penciptaan).[2] Sedangkan di dalam ensiklopedi pendidikan ahklak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia.[3]
Dari beberapa definisi di atas pemakalah berkesimpulan bahwa akhlak menurut bahasa ialah budi pekerti, perangai, tabiat, dan tingkah laku.
2. Dari segi istilah (terminologi)
Dilihat dari segi istilah (terminologi), para ahli barbeda pendapat, namun intinya sama yaitu tentang perilaku manusia.[4] Pendapat-pendapat ahli tersebut dihimpun sebagai berikut:
a. Ibrahim Anis mengatakan akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
b. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlakul mazmumah.
c. Soegarda Poerbakawatja mengatakan akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan, dan kelakukan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia.
d. Imam Al-Ghazali mengatakan akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
e. Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagai kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
f. M. Abdullah Daraz, mendefinisikan akhlak sebagai suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan yang berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (akhlak baik) atau pihak yang jahat (akhlak buruk).
g. Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai sesuatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari).
Dari pengertian beberapa para ahli di atas, analisis pemakalah ialah akhlak merupakan perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga menjadi kepribadiannya. Perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran, ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan tidak sadar, tetapi dalam keadaan sadar dan pikiran sehat. Namun karena perbuatan itu sudah mendarah daging yang tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
B. PEMBAGIAN AKHLAK DAN SIFAT-SIFATNYA
Ada dua jenis akhlak dalam islam, yaitu akhlaqul karimah (akhlak terpuji) ialah akhlak yang baik dan benar menurut syari’at islam. Dan akhlakul mazmumah (akhlak tercela) ialah akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut islam. [5]
Sifat dari akhlak karimah banyak sekali, diantaranya meliputi: setia, ikhlas, pemaaf, jujur, adil, memelihara kesucian diri, disiplin, tolong menolong, malu, pemberani, kuat, sabar, bersyukur, kasih sayang, murah hati, damai, bersilaturrahmi, menghormati tamu, hemat, merendahkan diri, menundukkan diri kepada Allah SWT, berbudi tinggi, memelihara kebersihan badan, merasa cukup dengan apa yang ada, tenang dan lemah lembut.
Sedangkan sifat dari akhlak mazmumah diantaranya meliputi: egoistik, melacur, kikir, dusta, berbuat kerusakan, meminum khamar, khianat, berbuat aniaya, pengejut, amarah, tergesa-gesa, boros, mencuri, mengikuti hawa nafsu, mengolok-olok, riya, membunuh, makan riba, biseksual, homo seksual, curang, adu domba, dendam, dengki, sombong, dan tidak mensyukuri nikmat Allah, SWT.
Dalam pembahasan ini, pemakalah akan menjelaskan beberapa sifat dari akhlakul karimah dan mazmumah yakni sebagai berikut:
1. Akhlakul karimah (akhlak terpuji)
Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukan dan mencintainya.[6] adapun jenis-jenis akhlaqul karimah itu adalah sebagai berikut:
a. Jujur
Jujur merupakan suatu sikap yang termasuk golongan akhlaqul karimah (akhlak yang terpuji), yang harus selalu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman untuk selalu berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa keselamatan. Kejujuran bisa berupa perkataan, bisa juga berupa perbuatan. Jujur dalam berkata artinya tidak berdusta (paltaut), dan jujur dalam perbuatan artinya tidak curang. Allah SWT berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qä9qè%ur Zwöqs% #YÏy ÇÐÉÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar. (Qs. Al-Ahzab: 70)
Selain diperintahkan untuk berkata jujur, kita juga diperintahkan untuk menjauhi perkataan-perkataan dusta. Allah SWT berfirman:
y(#qç6Ï^tFô_$#ur ^öqs% Ír9$# ÇÌÉÈ
Artinya: Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Qs. Al-Hajj: 30)
Kejujuran memiliki peran yang sangat vital dalam menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera. Seseorang akan merasa damai dan tenang hidupnya jika ia selalu berkata jujur, karena ia tidak dikejar-kejar dan dihantui rasa bersalah. Dalam kehidupan rumah tangga, suami harus jujur kepada istrinya, begitu juga sebaliknya. Sebagai anak harus berkata dan berlaku jujur kepada kedua orang tuanya. Dan dalam kehidupan bernegara, negara akan makmur jika pejabat-pejabatnya jujur, tidak ada korupsi, kolusi dan nepotisme dan sebagainya.
b. Pemaaf
Sifat ini harus kita miliki karena pada dasarnya manusia tidak bisa lepas dari lupa dan kesalahan.[7] Allah SWT berfirman:
$yJÎ6sùß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm;
Artinya: Ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka. (Qs. Ali-Imran:159)
Jika kita rela memaafkan saudara atau teman yang berbuat kesalahan kepada kita, berarti kita telah membunuh bibit-bibit penyakit hati yang sangat berbahaya seperti dengki dan dendam. Dengan begitu hati kita menjadi bersih. Memaafkan orang lain tidak akan mendatangkan kerugian apa-apa, melainkan sebaliknya keuntungan besar yang akan diterima. Orang yang suka memaafkan tidak akan rendah harga dirinya melainkan sebaliknya akan semakin dihormati dan dicintai oleh arang lain. Martabatnya akan semakin tinggi, baik dihadapan manusia maupun dihadapan Allah SWT. [8]
c. Syukur
Syukur ialah memuji Sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Syukur seorang hamba berkisar atas tiga hal,[9] yang apabila ketiganya tidak berkumpul, maka tidaklah dinamakan bersyukur, yaitu: mengakui nikmat dalam batin, membicarakannya dalam secara lahir dan menjadikannya sebagai sarana untu taat kepada Allah. Jadi syukur itu berkaitan dengan hati, lisan dan anggota badan. Hati untuk ma’rifah dan mahabbah, lisan untuk memuja dan menyebut nama Allah, dan anggota badan untuk menggunakan nikmat yang diterima sebagai sarana untuk menjalankan ketaatan kepada Allah dan menahan diri dari maksiat kepada-Nya.
Seperti sudah disinggung di atas, syukur harus melibatkan tiga dimensi yaitu hati, lisan dan angota badan. Bila seorang minsalnya, bersyukur kepada Allah SWT atas kekayaan harta benda yang didapatkannya maka yang pertama sekali harus dilakukannya adalah mengetahui dan mengakui bahwa semua kekayaan yang didapatkannya itu adalah karunia dari Allah SWT. Usaha yang dilakukannya itu adalah ikhtiar semata. Ikhtiar tanpa taufiq dari Allah tidak menghasilkan apa yang diinginkan. Oleh sebab itu dia harus bersyukur kepada Allah yang maha pemurah dan maha pemberi rizki. Setelah itu baru dia mengungkapkan rasa syukurnya dalam bentuk puji-pujian. Kemudia dia buktikan rasa syukurnya itu dengan amal perbuatan yang nyata yaitu memanfaatkan harta kekayaan itu pada jalan yang diridhai oleh Allah SWT, baik untuk keperluannya sendiri maupun untuk keperluan keluarga, umat atau untuk fisabilililah lainnya. Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslmin untuk bersyukur kepadanya. Firmannya:
þÎTrãä.ø$$sù öNä.öä.ør& (#rãà6ô©$#ur Í< wur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Qs. Al-Baqarah: 152)
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Qs. Ibrahim: 7)
d. Disiplin
Secara sederhana, disiplin dapat diartikan suatu sikap menta’ati peraturan dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab serta dilaksanakan tepat pada waktunya. [10]
Kalau diperhatikan dalam kehidupan kita sehar-hari semua kegiatan membutuhkan kedisiplinan dalam melaksanakannya, terutama sekali dalam hal ibadah mahdah kepada Allah, seperti shalat, puasa, zakat dan sebagainya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa islIam sangat menganjurkan dan melatih untuk berdisiplin.
e. Tolong-menolong
Tolong menolong merupakan ciri kehalusan budi, kesucian jiwa, dan ketinggian akhlak. Seseorang yang suka tolong menolong biasanya saling mencintai, saling mendo’akan, dan penuh solidaritas. Seseorang yang suka tolong menolong biasanya rasa persaudaraan dan persahabatannya sangat kuat.[11] Allah SWT berfirman:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah: 2)
f. Hemat
Hemat menurut bahasa berarti cermat, tidak boros, dan berhati-hati. Sedangkan menurut istilah adalah sifat kehati-hatian, penuh pertimbangan dalam membelanjakan uang, dan menggunakan barang-barang sesuai dengan keperluan atau kegunaannya.[12]
Orang yang hemat berarti tidak kikir dan tidak berlebih-lebihan. Allah SWT berfirman:
tûïÏ%©!$#ur !#sÎ) (#qà)xÿRr& öNs9 (#qèùÌó¡ç öNs9ur (#rçäIø)t tb%2ur ú÷üt/ Ï9ºs $YB#uqs% ÇÏÐÈ
Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqan: 67).
Islam sangat menganjurkan umatnya agar selalu hidup secara hemat dan sederhana. Bila seseorang terbiasa hidup hemat dan sederhana, maka ia akan siap menghadapai segala kemungkinan yang terjadi.
g. Ikhlas
Secara etimologi ikhlas (bahasa arab) berakar dari kata khalas dengan arti bersih, jernih, murni, tidak bercampur. Misalnya ma’u khalish artinya air bening atau putih; tidak bercampur dengan kopi, teh, sirup atau zat-zat lainnya. Setelah dibentuk menjadi ikhlas (masdhar dari fi’il muta’addi khallasha) berarti membersihkan atau memurnikan.
Secara terminologis yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Sayyid Sabiq mendefinisikan ikhlas sebagai berikut:
Seseorang berkata, beramal dan berjihad mencari ridha Allah SWT tanpa mempertimbangkan harta, pangkat, status, popularitas, kemajuan atau kemunduran; supaya dia dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan amal dan kerendahan ahklaknya serta dapat berhubungan langsung dengan Allah SWT.
Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.
Menurut Yunahar Ilyas persoalan ikhlas itu tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya imbalan materi, tetapi ditentukan oleh tiga faktor: [13]
1. niat yang ikhlas
2. beramal dengan sebaik-baiknya
3. pemanfaatan hasil usaha dengan tepat
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk beribadah kepada –Nya dengan penuh keikhlasan dan beramal semata-mata mengharapkan ridha-Nya. Allah berfirman:
ö@è% ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Qs. Al-an’am: 162)
Hanya dengan keikhlasanlah semua amal ibadah akan diterima oleh Allah SWT. Seorang mukhlis tidak akan pernah sombong kalau berhasil, tidak putus asa kalau gagal. Tidak lupa diri menerima pujian dan tidak mundur dengan cacian. sebab dia hanya berbuat semata-mata mencari keridhaan Allah. Tapi seorang yang tidak ikhlas akan cepat berputus asa menghadapi segala rintangan dalam perjuangan.
2. Akhlaqul Mazmumah (Akhlak Tercela)
Akhlaqul mazmumah adalah tingkah laku, tabi’at, perangai tercela yang dapat mendatangkan kehancuran baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat. Adapun jenis-jenis akhlaqul mazmumah adalah sebagai berikut:
a. Ananiyah (Sifat Egoistik)
Egois artinya hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli kepada orang lain. Manusia sebagai mahkluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial sudah barang tentu harus memperhatikan kepentingan orang lain disamping kepentingan pribadi. Ia sangat memerlukan bantuan orang lain dan pertolongan dari anggota masyarakat.[14] Sifat egoistik tidak dipedulikan orang lain, sahabatnya tidak banyak dan ini berarti mempersempit langkahnya sendiri di dunia yang luas ini.
b. Al-Baghyu (Melacur)
Melacur dikutuk masyarakat, baik laki-laki maupun wanita. Wanita yang beralasan karena desakan ekonomi, atau karena patah hati dengan suaminya, mencari kesenangan hidup pada jalan yang salah, jelas dilaknat Allah. Orang yang melakukan berarti imannya dangkal. Kegemaran melacur, menimbulkan mudharat yang yang tidak terhingga, dapat memperoleh penyakit dan merusak tatanan sosial. Orang yang melakukan, di dunia hanya mendapat nikmat sesaat, seterusnya orang pun benci, apalagi di akhirat kelak, api neraka menunggu pula baginya di sana.
c. Al-Bukhlu (sifat kikir)
Orang yang kikir biasanya sulit sekali (bahkan tidak mau) berderma kepada orang lain. Padahal orang lain mungkin sangat membutuhkan pertolongan, terutama dalam kesulitan ekonomi. Orang yang kikir biasanya tidak mau berinfak, zakat, sedekah, dan semacamnya. Sifat kikir dapat memersempit pergaulan. Allah SWT berfirman:
$¨Br&ur .`tB @Ïr2 4Óo_øótGó$#ur ÇÑÈ z>¤x.ur 4Óo_ó¡çtø:$$Î/ ÇÒÈ ¼çnçÅc£uãY|¡sù 3uô£ãèù=Ï9 ÇÊÉÈ
Artinya: Dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. (Qs. Al-Lail: 8-10)
d. Al-Kadzab (Sifat Pendusta atau Pembohong)
Berdusta adalah mengadakan sesuatu (berbohong) baik dalam ucapan, tulisan maupun isyarat.[15] Seseorang berdusta mungkin untuk keepentingan dirinya, mempermainkan orang lain, atau sengaja untuk menjatuhkan orang lain. Allah SWT berfirman:
$yJ¯RÎ) ÎtIøÿt z>És3ø9$# tûïÏ%©!$# w cqãZÏB÷sã ÏM»t$t«Î/ «!$# ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqç/É»x6ø9$# ÇÊÉÎÈ
Artinya: Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta. (Qs. An-nahl: 105)
e. Al-Ifsad ( Berbuat Kerusakan)
Seseorang punya sifat merusak biasanya untuk mencapai kepentingan pribadinya dan tidak menghiraukan akibatnya. Misalnya merusak alam dan lingkungan, baik dilakukan sendiri maupun secara berkelompok. Allah swt berfirman:
wur (#þqãèÏÜè? zöDr& tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÊÎÊÈ tûïÏ%©!$# tbrßÅ¡øÿã Îû ÇÚöF{$# wur tbqßsÎ=óÁã ÇÊÎËÈ
Artinya: Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak Mengadakan perbaikan". (Qs. Al-Syu’ara’: 151-152)
f. Riya
Riya yaitu melakukan sesuatu bukan karena Allah, tapi karena ingin di puji atau karena pamrih lainnya.[16] Secara etimologis riya berakar dari kata ra’a, yara (melihat), ara’a, yuri’u (memeperlihatkan). Jadi pada asalnya seseorang yang riya’ adalah orang yang ingin memperlihatkan kepada orang lain kebaikan yang dilakukan. Niatnya sudah bergeser, bukan lagi mencari keridhaan Allah, tapi mengharapkan pujian orang lain. Sifat riya adalah sifat orang-orang yang munafik. Allah SWT berfirman:
¨bÎ) tûüÉ)Ïÿ»uZßJø9$# tbqããÏ»sä ©!$# uqèdur öNßgããÏ»yz #sÎ)ur (#þqãB$s% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qãB$s% 4n<$|¡ä. tbrâä!#tã }¨$¨Z9$# wur crãä.õt ©!$# wÎ) WxÎ=s% ÇÊÍËÈ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (Qs. An-Nisa’: 142)
Perbuatan riya menyebabkan seseorang tidak tahan menghadapi tantangan dan hambatan. Staminanya tidak kuat dan nafasnya tidak panjang. Dia akan cepat mundur dan patah semangat apabila ternyata tidak ada yang memujinya. Sebalinya bila menerima pujian dan sanjungan dia akan cepat sombong dan lupa diri. Kedua-duanya jelas merugikannya.
Dari pemaparan tentang akhlaqul karimah dan mazmumah di atas, pemakalah berkesimpulan bahwa sifat jujur, pemaaf, disiplin, tolong menolong, bersyukur, hemat dan ikhlas dalam menjalankan sesuatu merupakan sifat-sifat yang harus kita miliki disamping sifat-sifat karimah lainnya, karena sifat ini sangat memiliki pengaruh yang sangat baik bagi diri kita. Selanjutnya sifat egoistik, lacur, kikir, dusta, berbuat kerusakan, dan riya dalam menjalankan sesuatu serta sifat-sifat ahlaqul mazmumah lainnya harus kita jauhkan dari kepribadian kita karena sifat ini disamping merusak diri kita juga merusak tatanan sosial kehidupan kita.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Akhlak merupakan perbuatan yang telah tanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga menjadi kepribadiannya. Perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran, ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan tidak sadar, tetapi dalam keadaan sadar dan pikiran sehat. Namun karena perbuatan itu sudah mendarah daging yang tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
2. Sifat dari akhlak karimah banyak sekali, diantaranya meliputi: setia, ikhlas, pemaaf, jujur, adil, memelihara kesucian diri, disiplin, tolong menolong, malu, pemberani, kuat, sabar, bersyukur, kasih sayang, murah hati, damai, bersilaturrahmi, menghormati tamu, hemat, merendahkan diri, menundukkan diri kepada Allah SWT, berbudi tinggi, memelihara kebersihan badan, merasa cukup dengan apa yang ada, tenang dan lemah lembut.
3. Sedangkan sifat dari akhlak mazmumah diantaranya meliputi: egoistik, melacur, kikir, dusta, berbuat kerusakan, meminum khamar, khianat, berbuat aniaya, pengejut, amarah, tergesa-gesa, boros, mencuri, mengikuti hawa nafsu, mengolok-olok, riya, membunuh, makan riba, biseksual, homo seksual, curang, adu domba, dendam, dengki, sombong, dan tidak mensyukuri nikmat Allah, SWT.
B. SARAN
Demikian lah makalah ini dibuat, pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah mohon kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah, Yatimin. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2007
Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPII Pustaka Pelajar Offset, 2007
As, Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Zahruddin Dan Sinaga, Hasanuddin. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Solihin, M Dan Rosyid Anwar, M. Akhlak Tasawuf. Bandung: Nuasa, 2005
Sasminelwati. Materi Pendidikan Agama Islam. Padang : IAIN IB Press, 2005
[1] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007) h. 2
[2] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPII Pustaka Pelajar Offset, 2007) h. 1
[3] Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) h. 1-2
[4] Yatimin Abdullah, op. cit., h. 3
[5] Ibid., h. 12
[6] Zahruddin Dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004) h. 158
[7] M. Solihin Dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Nuasa, 2005) h. 111
[9] Yunahar Ilyas, op. cit., h. 50
[10] Sasminelwati, op. cit., h. 152
[11] M. Solihin Dan M. Rosyid Anwar, op. cit., h. 113
[12] Sasminelwati, op. cit., h. 161
[13] Yunahar Ilyas, op. cit., h. 30
[14] Yatimin Abdullah, op. cit., h. 14
[15] M. Solihin Dan M. Rosyid Anwar, op. cit., h. 114
[16] Yunahar Ilyas, op. cit., h. 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar