Rabu, 04 Januari 2012

penyelenggaraan madrasah di tengah era globalisasi

PENYELENGGARAAN MADRASAH DI TENGAH ERA GLOBALISASI
A.    PENDAHULUAN
Globalisasi adalah suatu proses mendunia akibat kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang telekomunikasi dan transportasi.  Globalisasi mengakibatkan orang tidak lagi memandang dirinya sebagai hanya warga suatu negara, melainkan juga sebagai warga masyarakat dunia.  Ia tidak lagi menganggap benar nilai-nilai yang selama ini dianut oleh masyarakat kampung, kota, provinsi, atau bangsanya, melainkan mulai membandingkannya dengan nilai-nilai yang dia pelajari dari bangsa lain.  Dalam bekerja pun, ia tidak lagi memandang wilayah negaranya sebagai tempat mencari nafkah, melainkan ia meluaskan pandangannya ke seluruh kawasan dunia sebagai lahan tempat ia mencari nafkah.  Contoh rakyat Indonesia yang berwawasan global adalah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di luar negeri dan globalisasi di bidang ekonomi telah menimbulkan desakan-desakan agar diberlakukan perdagangan bebas antar bangsa.
Globalisasi membawa dampak positif dan negatif bagi kepentingan bangsa dan ummat kita.  Dampak positif, misalnya, makin mudahnya kita memperoleh informasi dari luar sehingga dapat membantu kita menemukan alternatif-alternatif baru dalam usaha memecahkan masalah yang kita hadapi.  (Misalnya, melalui internet kini kita dapat mencari informasi dari seluruh dunia tanpa harus mengeluarkan banyak dana seperti dulu.  Demikian pula, dalam hal tenaga kerja, dana, maupun barang).  Di bidang ekonomi, perdagangan bebas antar negara berarti makin terbukanya pasar dunia bagi produk-produk kita, baik yang berupa barang atau jasa (tenaga kerja).
Dampak negatifnya adalah masuknya informasi-informasi yang tidak kita perlukan atau bahkan merusak tatanan nilai yang selama ini kita anut.  Misalnya, budaya perselingkuhan, gambar-gambar atau video porno yang masuk lewat jaringan internet, majalah, dan masuknya paham-paham politik yang berbeda dari paham politik yang kita anut, dsb. Di bidang ekonomi, perdagangan bebas juga berarti terbukanya pasar dalam negeri kita bagi barang dan jasa dari negara lain.  Kita terpaksa harus bersaing dengan produk dan tenaga kerja asing di negara kita sendiri.  Para pendatang asing yang karena terpaksa, harus lebih ulet dan keras bekerja biasanya lebih berhasil daripada para penduduk domestik sehingga kesenjangan sosial tak terhindarkan dan kecemburuan sosial pun mudah timbul.  Kalau kita kalah bersaing, kita akan menjadi penonton di negeri sendiri. 
Menghindari globalisasi sebagai proses alami ataupun menghilangkan sama sekali dampak negatif globalisasi itu barangkali tidak mungkin.  Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, kita harus menghadapi globalisasi ini dan menerima segala dampaknya, negatif maupun  positif. Oleh karena itu, tantangan yang kita hadapi sebagai kelompok elit ummat adalah: Bagaimana kita dapat memanfaatkan semaksimal mungkin dampak positif (peluang) globalisasi itu dan meminimalkan dampak negatif (ancaman) nya.  Kalau pertanyaan itu diarahkan kepada kita para pengelola lembaga pendidikan Islam (madrasah), maka pertanyaan itu akan menjadi: Bagaimanakah menyelenggarakan madrasah di tengah era globalisasi agar lulusannya dapat survive dalam era ini dan tetap dapat memainkan peranan penting dalam kehidupan global tanpa kehilangan jati dirinya sebagai muslim Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab pada uraian berikutnya.  

B.     PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG TERDAPAT PADA MADRASAH
Madrasah merupakan terjemahan dari istilah sekolah dalam bahasa Arab. Namun, konotasi madrasah dalam hal ini bukan pada pengertian etimologi tersebut, melainkan pada kualifikasinya. Selama ini madrasah dianggap sebagai lembaga pendidikan Islam yang mutunya lebih rendah daripada mutu lembaga pendidikan lainnya, terutama sekolah umum, walaupun beberapa madrasah justru lebih maju dari sekolah umum. Namun, keberhasilan beberapa madrasah dalam jumlah yang terbatas itu belum mampu menghapus kesan negatif yang sudah terlanjur melekat.
Apabila diamati secara mendalam, ada banyak faktor yang membuat kualitas madrasah rendah. Diantara faktor tersebut adalah kualitas pengelola, kondisi kultur masyarakat, kebijakan politik negera, dan terlalu banyak beban yang harus dijalani siswa.
Pengelola atau pimpinan lembaga pendidikan memang memiliki posisi dan fungsi strategis selaku pengendali lembaga terebut. Mereka memiliki political power (kekuasaan politis), suatu kekuasaan yang tidak dimiliki oleh para guru. Melalui kekuasaan itu mereka memiliki kewenangan untuk mengadakan pembaharuan. Apalagi jika kewenangan itu didukung dengan political will (kehendak politis atau good will (kehendak baik) dari para pemimpin.
Oleh sebab itu, wajar sekali terjadi ketika suatu madrasah mengalami kemunduran maka kepala madrasah yang banyak mendapat kritikan. M. Arifin menegaskan bahwa titik lemah madrasah, pada semua jenjang, terletak pada tenaga pengelolanya, karena meraka kurang berorientasi pada profesionalisme.[1] Meskipun demikian, tidak bisa dikatakan bahwa para guru dan tenaga administratif di madrasah negeri saat ini hanyalah kaum amatir yang menangani madrasah sambil lalu.
Perilaku pemimpin atau pengelola memiliki pengaruh yang signifikan terhadap maju mundurnya sebuah madrasah. Perilaku positif dan proaktif dapat mendukung kemajuan madrasah. Sebaliknya, perilaku negatif dan kontraproduktif justru menghambat kemajuan. Perilaku negatif ini terkait dengan tradisi kurang baik yang berlangsung dan berkembang di suatu madrasah.
Selanjutnya, kondisi kultural di luar madrasah juga mempengaruhi kualitas madrasah. Kondisi ini bisa berupa pandangan atau penilaian masyarakat terhadap madrasah. Selama ini madrasah dipersepsikan sebagai lembaga pendidikan kelas ekonomi menengah ke bawah, tidak bermutu, hanya mengajarkan agama semata, jurusan akhirat, tempat penampungan anak-anak orang miskin, bersistem kolot, dan tidak bisa melanjutkan ke sekolah umum atau perguruan tinggi umum negeri.
Semua anggapan tersebut merupakan hal yang salah kaprah tidak berdasar. Meskipun demikian, anggapan itu tetap bertahan mempengaruhi masyarakat umum, yang selama ini memang jauh dari kehidupan madrasah. Mereka terpengaruh lantaran karena tidak mengetahui realitas yang sebenarnya. Tentu saja, kondisi eksternal madrasah yang demikian kurang menguntungkan bagi peningkatan mutu pendidikan madrasah.
Di samping itu, kebijakan-kebijakan politik Negara, terutama yang diterapkan oleh pemerintah orde baru senantiasa melemahkan upaya peningkatan mutu madrasah. Dalam setiap kebijakan dan keputusan yang menyangkut pendidikan, madrasah selalu dianaktirikan oleh pemerintah orde baru. Sikap diskriminatif ini terutama sangat terlihat dalam urusan pendanaan. Alokasi dana yang diperoleh madrasah negeri selalu jauh lebih kecil daripada yang diperoleh sekolah negeri. Keadaan ini menjadi lebih parah lagi jika sudah menyangkut madrasah swasta. Jika kita lihat fakta sejarah, selama 32 tahun pemerintah orde baru kurang memperhatikan madrasah swasta, padahal sebagian besar madrasah berstatus swasta. Jadi, nasib madrasah terlantar puluhan tahun akibat kebijakan pemerintah ini.
Hal ini dikarenakan madrasah dicurigai sebagai sarang keluarga yang berafiliasi politik ke partai persatuan pembangunan (PPP) yang mana kita ketahui bahwa partai persatuan pembangunan merupakan partai yang bersebrangan dengan partai golongan karya (penguasa pemerintahan orde baru). Dan sayangnya, hingga sekarang pun madrasah belum memperoleh perlakuan yang sama dengan apa yang diterima sekolah umum sehingga masih terdapat kesenjangan yang lebar dalam urusan alokasi dana.
Ada banyak faktor lain yang juga menyebabkan mutu madrasah lemah, termasuk masalah yang berhubungan dengan beban yang harus dijalani siswa. Beban yang diwajibkan pada siswa madrasah jauh lebih berat dari pada beban siswa sekolah umum. Siswa sekolah madrasah wajib mempelajari semua mata pelajaran siswa di sekolah umum, plus pelajaran rumpun agama yang meliputi bahasa Arab, al-qur’an hadis, aqidah akhlak, fikih, ushul al-fiqih, dan sejarah kebudayaan Islam.
Pada bagian lain, dibandingkan sekolah umum, guru, sarana dan prasarana, serta peralatan pembelajaran di madrasah juga masih tertinggal. Guru-guru di madrasah masih banyak yang kurang professional, baik dalam tingkat pendidikan maupun keahliannya. Masih banyak guru madrasah yang mengampu mata pelajaran yang bukan keahliannya. Demikian juga dengan sarana dan prasarana, perpustakaan, serta laboratorium, yang mestinya menjadi jantung madrasah, ternyata tidak memadai, bahkan terkadang tidak ada. Apalagi yang berhubungan dengan alat pembelajaran seperti OHP, laptop, LCD, dan sebagainya sangat terbatas. Bahkan, madrasah tertentu tidak memilikinya. Kekurangan pada tiga komponen ini berdampak negatif pada proses pembelajaran.
Apabila kita menggunakan rumus input – proses – output untuk mengukur suatu pendidikan, maka di madrasah ada masalah yang harus dipecahakan. Bila input-nya baik, prosesnya baik, maka bisa dipastikan output-nya juga baik. Akan tetapi, bila input-nya lemah, prosesnya jelek, maka output-nya juga lemah. Kondisi kedua ini mengambarkan keadaan di madrasah pada umumnya, yang berarti ada banyak masalah yang harus diselesaikan. Walau bagaimanapun madrasah – terlepas dengan segala kekurangannya – telah memberikan kontribusi yang besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.


C.    SOLUSI TERHADAP PERMASALAHAN YANG TERDAPAT PADA MADRASAH
Sejumlah pemerhati dan praktisi mencoba menawarkan berbagai konsep untuk mengatasi kelemahan-kelemahan madrasah. Tawaran konseptual ini merupakan bentuk kepedulian mereka untuk berpartisipasi dalam membenahi, menyempurnakan, bahkan meningkatkan mutu madrasah menjadi institusi yang maju dan unggul.
Tawaran konseptual tersebut dimulai dari pembenahan pada aspek menajemen yang dipandang sebagai faktor penentu terhadap komponen madrasah lainnya. Husni Rahim menegaskan bahwa lembaga madrasah pertama-mata dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan strategis dalam bidang manajemen.[2] Pimpinan madrasah dituntut untuk memiliki visi, tanggung jawab, wawasan, dan keterampilan manajerial yang tangguh. Ia hendaknya dapat memainkan peran sebagai lokomotif perubahan menuju terciptanya madrasah berkualitas. Maka, kepala madrasah seharusnya menyandang dua profesi, yaitu profesi keguruan dan administratif (sebagai administrator).
Dalam kasus madrasah, berdasarkan identifikasi penyebab kelemahan mutu madrasah yang meliputi pihak pengelola, kondisi kultur masyarakat, kebijakan politik Negara terutama yang menyangkut keuangan/pendanaan, beban pelajaran yang harus dijalani siswa, potensi input, keadaan sarana dan prasarana, alat-alat pembelajaran, maupun kondisi guru yang kurang professional, maka banyak hal yang turut bertanggung jawab terhadap rendahnya kualitas madrasah.
Akan tetapi, jika para pengelola madrasah memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengelola, maka persoalan-persoalan seharusnya dapat diatasi dengan baik. Karena para pengelola, sebagai pihak yang memegang kendali, memiliki kekuatan eksekutif atau politik yang dapat dijadikan sarana atau media dalam mengkondisikan komponen-komponen lainnya.
Lebih lanjut, peran pengelola atau manajer madrasah tersebut pernah dilukiskan Imam Suprayogo yang mendeskripsikan bahwa betapa besar dan strategisnya peran para manajer dalam memajukan madrasah. Mereka adalah pimpinan di berbagai lapisan madrasah itu. Mereka tidak saja memiliki kekuatan untuk mengarahkan, memberikan bimbingan, mengontrol, dan mengevaluasi, melainkan juga menjadi kakuatan penggerak, yaitu elemen yang selalu memperkuat dan memperbaharui etos, cita-cita dan imajinasi-imajinasi secara terus-menerus.[3]
Dalam konteks pendidikan madrasah, kepala sekolah harus mampu membangun citra madrasah sebagai pendidikan keagamaan yang mampu menjawab tantangan kemajuan ilmu dan teknologi di era globalisasi dan informasi, bagaimana madrasah tetap survive sepanjang waktu.
Menurut Muhaimin, sedikitnya ada dua tugas penting yang harus diemban kepala madrasah. Yakni sebagai berikut: [4]
a.       Tugas di bidang manajerial. Yaitu, seorang kepala madrasah dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas administrasi dan supervisi. Tugas administrasi ini meliputi kegiatan menyediakan, mengatur, memelihara, dan melengkapi fasilitas material dan tenaga-tenaga personal sekolah. Sedang tugas supervisi meliputi kegiatan untuk memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan, dan penilaian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar-mengajar yang lebih baik.
b.      Tugas di bidang spiritual. Yaitu seorang kepala sekolah dituntut untuk mampu menjadikan madrasah sebagai suasana religius Islam yang mampu mengantarkan para anak didiknya menjadi ulul al-albab, suatu pribadi yang memiliki kekokohan spiritual, moral, dan intelektual serta professional.
Selanjutnya, fajar mengatakan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan madrasah perlu mengakomodasi tiga kepentingan ini, yakni sebagai berikut:[5]  
a.       Bagaimana kebijakan itu pada dasaranya harus memberi ruang tumbuh yang wajar bagi aspirasi utama umat Islam. Menghadirkan sistem madrasah dalam pentas pendidikan di Indonesia merupakan wahana untuk membina ruh atau praktik hidup keislaman.
b.      Bagaimana kebijakan itu memperjelas dan memperkukuh keberadaan madrasah sederajat dengan sistem sekolah, sebagai ajang membina warga negara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian, serta produktif.
c.       Bagaimana kebijakan itu bisa menjadikan madrasah mampu merespon tuntutan-tuntutan masa depan.

Dan juga pimpinan madrasah dituntut untuk melakukan langkah-langkah kearah perwujudan visi madrasah: agamis, populis, berkualitas dan beragam. Langkah-langkah tersebut diantaranya dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Membangun kepemimpinan madrasah yang kuat dengan meningkatkan koordinasi, menggerakkan semua komponen madrasah, menyinergikan semua potensi, merangsang perumusan tahapan-tahapan perwujudan visi dan misi madrasah, serta mengambil prakarsa yang berani dalam pembaruan.
b.      Menjalankan manajemen madrasah yang terbuka dalam pengambilan keputusan dan penggunaan keuangan madrasah.
c.       Mengembangkan tim kerja yang solid, cerdas, dan dinamis.
d.      Mengupayakan kemandirian madrasah untuk melakukan langkah terbaik bagi madrasah
e.       Menciptakan proses pembelajaran yang efektif, dengan ciri-ciri:
1.      Proses itu memberdayakan siswa untuk aktif dan partisipatif
2.      Target pembelajaran sampai dengan pemahaman yang ekspresif
3.      Mengutamakan proses internalisasi ajaran agama dengan kesadaran sendiri
4.      Merangsang siswa untuk mempelajari berbagai cara belajar
5.      Menciptakan semangat yang tinggi dalam menjalankan tugas
Terkait dengan kondisi kultural di luar madrasah, harus ada upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat madrasah agar kepercayaan publik/madrasah bisa tumbuh kembali, diantara upaya yang harus dilakukan ialah:
a.       Memberikan kualitas pendidikan yang prima
b.      Melakukan perbaikan secara terus menerus dalam pentransformasian ilmu pengetahuan
c.       Cari pengakuan (akreditasi)
d.      Transparan terhadap komite orangtua peserta didik
e.       Berinteraksi dengan masyarakat luas.[6]
Dengan melakukan hal ini masyarakat merasa yakin untuk memilih madrasah sebagai lembaga pendidikan formal untuk putra-putri mereka sehingga dapat terjalinlah public relation yang baik yang memudahkan tercapainya tujuan pendidikan.
Peluang madrasah untuk tampil sebagai lembaga pendidikan pilihan masyarakat sangat mungkin diwujudkan melalui upaya tersebut. Namun, tentunya madrasah dituntut mampu menunjukkan keunggulan kepribadian, intelektual, dan keterampilan. Ketiga keunggulan tersebut saling menopang satu sama lain untuk membentuk integritas kepribadian siswa. Masing-masing keunggulan itu menjadi kebutuhan riil masyarakat sekarang ini.[7] Adapun keunggulan-keunggulan yang dimaksud yang dibutuhkan masyarakat saat ini ialah:
a.       Keunggulan kepribadian dibutuhkan masyarakat terutama dalam menghadapi tantangan budaya barat yang menglobal dan dalam batas-batas tertentu meresahkan masyarakat. Kepribadian yang unggul ini harus dapat dibuktikan dengan keimanan yang tangguh, ketaatan dalam beribadah, akhlak yang mulia, tutur kata dan tindakan yang santun, pergaulan yang supel, disiplin yang tinggi, kemampuan menjaga amanat, kemampuan memberi tauladan bagi orang lain, dapat menghormati pendapat orang lain, serta bersikap terbuka dan lapang dada.
b.      Keunggulan intelektual dibutuhkan masyarakat terutama untuk menghadapi perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Sekarang ini informasi tersebar dengan sangat cepat. Demikian juga dengan tuntutan perkembangan sains dan teknologi yang silih berganti dalam waktu yang singkat. Dibutuhkan keunggulan intelektual untuk menghadapi hal-hal tersebut. Maka madrasah harus mampu menunjukkan keunggulan intelektual di hadapan public dengan berbagai bukti. Misalnya, prestasi sehari-hari siswa sangat baik, hasil ujian akhir Nasional yang sangat baik, sering memenangkan berbagai lomba, seperti olimpiade, cerdas cermat, karya ilmiah, tingkat kelulusan yang sangat tinggi, lulusan yang terbaik dan diterima di sekolah atau perguruan tinggi yang favorit.
c.       Keunggulan keterampilan sangat dibutuhkan masyarakat sekarang ini, terutama untuk menoperasikan produk-produk teknologi modern, seperti komputer, internet, handphone, laptop, LCD, handycam, kamera, dan sebagainya. Para lulusan madarasah diharapkan tidak sekadar menjadi pengguna (user), tetapi juga perancang program (programmer). Semua ini tentu saja sejalan dengan peralihan pola dari Negara agraris menuju Negara industrial. Bahkan, di era informasi ini life skill semakin dibutuhkan untuk melengkapi keahlian para siswa lulusan madrasah.
Untuk mengkondisikan ketiga macam keunggulan tersebut, perlu mengkondisikan lingkungan belajar yang kondusif. Suatu lingkungan belajar yang diwarnai keimanan, ketaatan, keteladanan, pembiasaan, disiplin, semangat mengejar prestasi, semangat menjadi sukses, penuh inovasi strategi belajar, keinginan menggapai piagam-piagam kejuaraan, serta praktik, baik di laboratorium maupun dalam pergaulan sehari-hari.

Dan tentang pendanaan yang mana hal ini yang menjadi hal vital dalam mengembangkan semua sektor di dalam madrasah, terkait dengan hal ini harus ada langkah yang dapat mendatangkan keuangan yang memadai, yakni mencari sumber dana yang halal, diantaranya:
a.       Membentuk badan usaha atau koperasi
b.      Bekerjasama dengan perusahan-perusahan yang kaya
c.       Mencari sumbangan dan bantuan lain yang tidak mengikat.
Di samping hal di atas, madrasah harus menerapkan manajemen pembiayaan pendidikan  berbasis madrasah untuk menunjang penyediaan sarana dan prasarana yang memadai seperti perpustakaan dan laboratorium yang menjadi jantung madrasah, alat-alat pembelajaran (OHP, LCD, dsb) dalam rangka mengefektifkan kegiatan pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar peserta didik.[8] Secara umum kegiatan manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah dimulai dari :
1.      Perencanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah.
2.      Pelaksanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah
3.      Evaluasi dan pertanggungjawaban.
Dari hal itu, maka pengelolaan dana yang ada di madrasah dapat berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitan publik.  
Sementara itu berkaitan dengan beban pelajaran yang diterima oleh siswa, pihak madrasah harus menata kurikulum dengan sebaik-baiknya yang memuat life skill [9] dan mentranformasikan pengetahuan kepada siswa dengan menggunakan strategi yang akseleratif yang dapat memudahkan para siswa paham dan cepat memahami pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan diantaranya ialah:
a.       Buatlah kurikulum yang solid, baik dan jelas
b.      Staf yang terlatih dengan baik berbekal strategi instruksional yang memenuhi kebutuhan pembelajar/siswa yang beragam.
c.       Guru-guru dilatih untuk menghadapi siswa yang berprestasi tinggi dan rendah
d.      Setiap pelajaran memiliki aktivitas yang terkait dengan multiple intelegences
e.       Memiliki pendidik yang terlatih baik yang melaksanakan kurikulum.
Selanjutnya madrasah harus mengadakan pendidik yang profesional. Pendidik yang professional ialah pendidik yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan peranannya dalam proses pembelajaran dengan cerdas dan terampil secara maksimal.
Profesionalisme pendidik mengandung empat unsur, yaitu sebagai berikut: [10]
a.       Unsur pengabdian
Setiap profesi dikembangkan untuk memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat. Pelayanan itu dapat berupa pelayanan individual dan layanan kelompok. Pengabdian dengan niat ikhlas kerana Allah.
b.      Unsur idealisme
Setiap profesi bukanlah sekadar mata pencaharian saja atau bidang pekerjaan yang mendatangkan materi saja, melainkan dalam profesi itu tercakup pengertian komitmen pada sesuatu yang luhur dan idealis, seperti untuk tegaknya keadilan, kebenaran, meringankan beban penderitaan sesama manusia dan sebagainya.
c.       Unsur kecakapan
Setiap profesi bukanlah dilaksanakan asal-asalan akan tetapi diperlukan suatu kemampuan, kecakapan dan ketangkasan dalam melakukan dan memutuskan sesuatu hal.
d.       Unsur pengembangan
Setiap bidang profesi mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdiannya secara terus menerus. Secara teknis profesi tidak boleh berhenti atau mandek. Kalau kemandekan teknis terjadi, profesi sedang megalami decaying (kelayuan) atau kematian.

Dengan demikian pendidik yang profesional tidak bersifat statis, tetapi senantiasa berubah dan berkembang menurut ruang dan waktu sesuai dengan dinamika masyarakat dimana ia melaksanakan pengabdian. Semakin tinggi dinamika masyarakat semakin tinggi pula laju perubahan profesionalitas dan mutu pendidik. Dan pendidik yang profesional juga harus menguasai penerapan teknologi informasi dalam proses pemebelajaran dan mengubah suasana belajar yang kaku dan membosankan menjadi suasana yang menyenangkan dan menggairahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran pada khususnya, tujuan pendidikan pada umumnya.
Hendaknya kesemuanya tersebut bisa dilakukan untuk menyelenggarakan madrasah di tengah-tengah era globalisai yang benar-benar memiliki berbagai keunggulan dan tetap survive di era ini.
Berkaitan dengan era globalisasi, maka untuk menyelenggarakan madrasah di era globalisasi disamping hal yang telah disebutkan di atas perlu adanya hal-hal yang harus diaplikasikan, hal-hal tersebut ialah:
a.       Madrasah harus meningkatkan daya saing dengan sungguh-sungguh dan terencana, sehingga output dari madrasah layak bersaing dalam pergaulan global.[11] Disamping ilmu dan keterampilan, tamatan madrasah harus mampu berkomunikasi dalam bahasa asing terutama dalam bahasa Arab dan Inggris (minimal satu bahasa dari dua bahasa tersebut).
b.      Madrasah harus membuka jurusan yang bervariasi mengingat luasnya lapangan kerja di era pasar bebas seperti ilmu alam, ilmu sosial, ilmu bahasa, perikanan, pertanian, kerajinan, peternakan, pekerjaan sosial, busana, kecantikan, boga, perhotelan, keungan, pertambangan, agronomi, bangunan, eletronika, otomotif, perabot rumah tangga, pelayaran, pariwisata, administrasi perkantoran, perdagangan, koperasi, seni rupa dan pertunjukan.
c.       Madrasah harus tetap memepertahankan identitasnya dan tidak boleh meninggalkan nilai-nilai dasarnya.
d.      Madrasah harus melaksanakan evaluasi secara terus-menerus dan berkelanjutan agar jaminan kualitas dapat dipertanggungjawabkan. Dalam melakukan evaluasi ada beberapa indikator yang dapat digunakan, berupa kinerja personil, proses pembelajaran, kualitas output dan outcome. Dengan evaluasi, memungkinkan lembaga pendidikan Islam mengkaji ulang kemajuan pendidikan, dan menemukan metode baru untuk perbaikan dan pengembangan.  
Oleh karena itu, harus ada tekad bulat dari seluruh jajaran, baik kepala madrasah, guru, karyawan, siswa, komite madrasah dan masyarakat untuk menyukseskan lembaga madrasah menjadi lembaga yang benar-benar memiliki keunggulan riil yang bisa disaksikan dan dirasakan bahkan dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan lain yang ada disekitarnya.     
Dan pemerintah harus memperhatikan lembaga pendidikan Islam (madrasah) yang berperan sebagai pencerdas kehidupan bangsa, pemerintah harus memprioritaskan madrasah yang sebagai tempat para peserta didik menimba pengetahuan agama-umum yang menghasilkan output yang mampu menguasai IPTEK dan IMTAQ. Bagi madrasah yang belum dikenal oleh pemerintah agar dapat memfokuskan langkah-langkahnya pada pembelajaran yang mana dengan hal ini tidak hanya menghasilkan para peserta didik yang berprestasi di jajaran di mana madrasah itu berada tetapi juga mampu menunjukkan prestasinya di tingkat nasional, sehingga secara tidak langsung pemerintah menaruh perhatiannya pada madrasah ini dan para pengelola madrasah diharapkan mengenalkan madrasahnya kepada pemerintah agar diprioritaskan dalam segala sisi untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

D.    KESIMPULAN
Dari penjabaran di atas, dapatlah disimpulkan bahwa untuk menyelenggarakan madrasah di era globalisasi diperlukan sistem pengelolaan madrasah yang baik, di mana kepala madrasah yang menjadi kunci utama dalam hal ini yang mampu membangun kreasi dan imajinasi kearah pengembangan pendidikan yang lebih baik secara kompetitif. Dan hubungan  public relation yang komunikatif agar selalu mampu memberikan sumbangsih terhadap madrasah.
Selanjutnya dalam proses pembelajaran madrasah harus menerapkan manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah untuk mengadakan sarana dan prasarana yang mampu mengantarkan peserta didik menguasai pelajaran yang diberikan. Dan menerapkan kurikulum yang dapat mengembangkan potensi peserta didik yang memuat strategi akseleratif yang membuat peserta didik dapat memahami dengan cepat mata pelajaran yang diberikan. Serta mengadakan pendidik yang profesional yang mampu menguasai teknologi informasi dan mampu menghadapi peserta didik yang memiliki multiple intelegences sehingga mudah dalam menyampaikan pelajaran dan dapat dimengerti dengan baik oleh peserta didik.   
Dengan sistem pengelolaan, kerjasama dan pengadaan penunjang pembelajaran yang baik yang diterapkan oleh madrasah, maka madrasah akan menghasilkan output yang memiliki keunggulan kepribadian, intelektual dan keterampilan yang mampu bersaing dengan baik di tengah era globalisasi di samping terwujudnya tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

E.     SARAN
Demikianlah makalah ini dibuat, pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah mohon kritik-konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.




















F.     DAFTAR KEPUSTAKAAN
Qomar, Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga, 2007
Tholhah, Imam, Dkk. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Lal, Anshori. Transformasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gaung Persada Press, 2010
Mulyasa. Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah. Jakarta: DEPAG RI, 2005
Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Nuansa, 2003
Ramayulis, Profil Pendidik Masa Depan, disampaikan Pada: Seminar Pendidikan Forum Kajian Islam Khairu Ummah, 09 mei 2010
Nizar, Samsul. Reformulasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas. Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2005


[1] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007) h. 81
[2] Ibid., h. 86
[3] Ibid., h. 88
[4] Imam Tholhah. Dkk, Membuka Jendela Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004) h. 192
[5] Mujamil Qomar, op. cit., h. 89
[6] Anshori Lal, Transformasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010) h. 39
[7] Mujamil Qomar, op. cit., h. 98
[8] Mulyasa, Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah, (Jakarta: DEPAG RI, 2005) h. 81
[9]   Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa, 2003) h. 150
[10] Ramayulis, Profil Pendidik Masa Depan, disampaikan Pada: Seminar Pendidikan Forum Kajian Islam Khairu Ummah, 09 mei 2010
[11] Samsul Nizar, Reformulasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas, (Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2005) h. 115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar