Babakan sejarah pendidikan islam :
a. Periode pembinaan
Rasulullah membina dimulai dari rumah arqam bin ibn arqam. Lebih kurang 13 tahun lamanya rasulullah menjadikan keluarga sebagai lembaga pendidikan islam guna mengadakan dan menyalurkan perubahahan dalam masyarakat, (periode makkah).
Di madinah : lembaga pendidikan baru adalah masjid, masjid pertama yang di dirikan ialah majid quba’, masjid dalam sejarah pendidikan islam tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan, dalam fungsi pendidikan dan kebudayaan ini, masjid sebagai: proses berlangsungnya pendidikan dan markas bagi kegiatan social, politik, budaya dan agama, disamping itu juga sebagai pusat dalam pelaksanaan urusan kenegaraan. Fungsi masjid ini berkurang pada masa khalifah dynasty umayyah, karena para khalifahnya sudah mengunakan istana untuk fungsi tersebut. Fungsi masjid sebagai lembaga pendidikan tidak saja digunakan sebagai tempat pendidikan laki-laki, tetapi juga digunakan oleh wanita dan anak-anak. Yang laki-laki: al-qur’an, hadist, fiqih, dasar-dasar agama islam, bahasa dan sastra arab. Yang perempuan: al-qur’an, hadist, dasar-dasar agama dan ketrampilan menenun atau memintal. Yang anak-anak: ilmu-ilmu dasar (agama, bahasa, dan berhitung). Dan untuk kegiatan olahraga : menunggang kuda, berenang dan memanah. Pada masa dynasty umayyah anak-anak khalifah dan pangeran dididik di istana dan di rumah dengan cara mendatangkan tutor. System mengajar Rasulullah menggunakan system balaqah, (guru dudduk di masjid dan murid-murid duduk mengelilinginya).
b. Periode keemasan
Periode kejayaan dan keemasan pendidikan islam terjadi pada masa dinasti abbasiyah ataupun pada masa dynasty umayyah di spanyol. Kemajuan di bidang pendidikan ditandai dengan pengadaptasian warisan kebudayaan dan pewarisan ilmu-ilmu yang di dapat dari yunani, Persia, mesir, yahudi, Kristen, dan India ke dalam islam, kemudian warisan-warisan tersebut dikembangkan dan di islamkan oleh sarjana-sarjana muslim, maka jadilah ia sebagai kebudayaan, peradaban dan ilmu pengetahuan islam. Disamping itu, menggalakkan penbulisan buku-buku ilmiah, penelitian, dan pengklasifikasian ilmu-ilmu keislaman. Pada masa ini lahirnya tokoh-tokoh yang berprestasi tingkat internasional. Seperti al-kindi, alfarabi, ibnu sina, dan al-razi. Lembaga pendidikan pada periode ini selain keluarga, masjid dan kuttab adalah masjid jami’, istana khalifah, rumah-rumah para pangeran, menteri dan ulama, kedai dan took buku, ribath, dll. Lembaga pendidikan yang sangat berperan dalam pengembangan kebudayaan islam pada waktu itu adalah bait al-hikmah di Baghdad, dar al-ilm atau dar al-hikmah di kairo dan perpustakaan islam kordova/spanyol. Karakteristi yang menonjol pada periode ini adalah : sifat pendidikan bersifat universal, toleran, berpikiran luas, skreatif, dinamis, rasional, pemikiran berkembang, jihad, terdapat keserasian antara ilmu dan agama, dan sumber pendidikan dan pemikiran langsung diambil dari al-qur’an dan al-hadist. Karakteristik ini pada umumnya adalah kelanjutan dan pengembangan maksimal dari karaakteristik pendidikan islam yang telah dirintis pada periode pertama.
- Periode penurunan
Periode ini di mulai pada permulaan abad ke 11 masehi sampai akhir abad ke 15 masehi. Pada periode ini perkembangan kebudayaan, peradaban dan sains menurun di timur tengah, kemudian berlanjut ke India, sisilia, spanyol dan afrika utara. Sungguhpu demikian sempat juga menghasilkan sarjana muslim yang memilki reputasi internasional. Diantara mereka adalah: ibnu rusyd, ibnu khaldun, dan ibn taimiyah, al-ghazali. pada periode ini sikap umat islam terhadap pendidikan dan pemikiran semakin berkurang. Al-qur’an dan hadist sudah mulai ditinggalkan sebagai sumber pemikiran dan sikap hidup. Pintu ijtihad dianggap tertutup, pemikiran membeku, pandangan sempit, orientasi berat ke akhirat dan dunia dianggap tidak perlu, ilmu dan agama terpisah, umat bersikap tradisional, taqlid dan fatalistic, pengajaran filsafat dan matematika dicurigai karena dianggap akan membawa masyarakat kepada agnotisisme. Tempat utama dalam dunia pendidikan dan ilmiah diprioritaskan kepada studi keagamaan dengan tujuan untuk mempertahankan kepercayaan Islam dan kebudayaan arab dari serangan eropa (barat). Menurunnya perkembangan kebudayaan, peradaban dan pendidikan islam karena studi keagamaan diartikan dalam arti sempit. Karakteristik pendidikan islam yang menonjol pada periode ini adalah tumbuhnya sekolah-ssekolah untuk anak yatim dan anak-anak orang miskin yaitu dibawah pemerintahan raja-raja mamluk di mesir dan Syria. “ibn khaldun mempembaharui bahwa studi al-qur’an harus didahului oleh pelajaran bahasa arab = untuk mudah memahami al-qur’an”
d. Periode stagnasi dan kehancuran
Periode ini terjadi pada abad ke 15 sampai abad ke 19. Walaupun pada periode ini dunia islam yang diwakili oleh tiga kerajaan besar yakni usmani, safawai, dan mughal yang sangat kuat di bidang ekonomi, politik dan militer, namun sangat sederhana di dalam prestasi kultural, seperti bidang sains, teknologi, hukum dan filsafat. Prestasi dunia islam yang sangat sederhana sekali dalam bidang kebudayaan, antara lain disebabkan sains-sains teknologi dan dan sains-sains sosial humanistik yang ada pada kaum muslimin dan yang ada di barat tidak diterjemahkan oleh bangsa-bangsa islam yang tidak berbangsa arab kedalam bahasa mereka, oleh karena itu, ilmu-ilmu tersebut tidak dapat menyebar dan berkembang melalui sistem pendidikan dan riset. Keadaan ini merupakan pukulan pertama bagi penyebab kemunduran, kebudayaan dan pendidikan islam pada periode ini. Pada akhir periode ini keadaan ekonomi, politik dan militer umat islam sudah mulai mundur yang antara lain disebabkan oleh kemajuan yang dicapai orang-orang eropa, perang saudara yang terjadi dalam dunia islam sendiri. Semuanya ini merupakan pukulan yang mematikan perkembangan pendidikan dan pengajaran serta melemahkan kekuatan negara islam. Keadaan lembaga pendidikan (masjid dan sekolah) hanya berfungsi dalam mengadaptasi ide-ide dan pemikiran ulama-ulama terdahulu, mempelajari karyanya dan menafsirkannya dalam satu cara mazhab tertentu, tanpa ada maksud untuk menyesuaikannnya dengan perubahan zaman yang terjadi. Karakteristik pendidikan islam pada periode ini mengalami puncak kemunduran. Walaupun ada beberapa gerakan reformasi untuk memperbaiki keadaan, ia masih terbatas di arabia, mesir dan bukhara. Dan tidak berpengaruh banyak dalam menyadarkan umat islam akan kemundurannya.
e. Periode modren
Pada permulaan abad ke 19 m dari periode ini umat islam sudah mulai sadar akan kelemahan dan kemunduran kebudayaan dan peradabannya bila dibandingkan dengan dunia barat yang sudah maju. Dalam kestatisan perkembangan kebudayaan dan peradaban islam di zaman pertengahan, umat islam menerima ekspansi mereka dalam bidang kebudayaan. Kemajuan yang didapat oleh umat islam dalam bidang pendidkan pada permulaan abad ke 19 m ini disamping hasil dari gerakan reformasi yang dilancarkan oleh pemimippin islam sebelumnya seperti muhammad ibn abd al-wabhab yang antara lain menganjurkan kembali kepada al-qur’an, hadist, dan masa kehidupan nabi Muhammad di masa khulafa’ al-rasyidin. Di bawah pengaruh kebudayaan barat modren, sistem sekolah-sekolah dasar, menengah, sekolah-sekolah kejuruan, teknik, sampai kepada universitas yang ada di arab dan dunia islam diperbaharui atau disesuaikan menurut pola barat dan begitu juga halnya dalam hal penyusunan silabus dan kurikulum. Pengadaptasian ini bukanlah dimaksud menelan mentah-mentah segala apa yang datang dari barat, akan tetapi disesuaikan dengan falsafah pendidikan islam.
Lembaga Pendidikan Islam, harus mampu menghadapi pasar bebas (free invesment= keterbukaan dan bebasnya lalu lintas manusia, barang dan informasi antar negara). Yakni harus meningkatkan daya saing dengan sungguh-sungguh dan terncana, sehingga layak bersaing dalam pergaulan internasional dan global. Disamping ilmu dan ketrampilan tamata lembaga pendidikan agama islam harus mampu berkomunikasi dalam multi language, terutama bahasa arab dan inggris. Untuk terlaksananya hal tersebut perlu ditunjang oleh kepemimpinan yang tangguh, mandiri, namun mampu menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan pihak lain. Menghadapi otonomi daerah, walaupun pendidikan islam tidak termasuk dalam bidang yang di otonomikan, namun perlu melakukan reposisi sebagai resfonsif dan antisipatif terhadap perubahan itu, antara lain: melaksanakan efisiensi pendidikan melalui: 1. Managemen pendidikan yang dapat memperdayakan peran serta masyarakat, institusi dan tenaga kependidikan secara demokratis dan efisien. 2. Pengelolaan anggaran berorientasi kepada efisiensi dan ketergunaan. 3. Pemanfaatan sarana secara maksimal dan optimal. 4. Tidak ada potensi dan SDM tenaga kependidikan yang tidak dimanfaatkan. 5. Konflik internal yang bersifat akademis dijauhkan. 6. Perencanaan dan pengelolaan akademik, administrasi dan keuangan secara profesional, transfaran dan dapat dopertanggung jawabkan.
Sistem penyesuaian pendidikan barat dengan pendidikan islam :
1. Adobsi : teori pendidikan barat dijadikan teori pendidikan islam selama tidak bertentangan dengan al-qur’an dan hadist. Cth: kbk, ktsp.
2. Asimilasi : teori pendidikan barat disesuaikan dengan teori pendidikan islam. Cth: pendidikan seks yang bermoral.
3. Legitimasi : mengambil teori pendidikan barat kemudian dicariakan nash untuk justifikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar