Kamis, 05 Januari 2012


BAB I
PENDAHULUAN

Kecenderungan manusia mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah termasuk salah satu naluri (tabiat) insan yang peka terhadap nikmat dan rahmatnya merasakan begitu kasih dan sayang-Nya terhadap dirinya. Perasaan ini membangkitkan cinta dan menggelorakan rindu terhadap Allah, karena Dia demikian baik terhadap hamba-hamba-Nya. Maka manusia menempuh perjalanan (suluk) yang dipandangnya dapat mendekatkan diri kepada-Nya.

Akan tetapi jika perjalanan itu dilakukan hanya semata-mata dengan titik tolak naluri atau berpangkal pada rasa saja tanpa melalui jalan lurus yang dibentangkan oleh Allah maka akan keliru dan sesatlah perjalanan itu. Betapa banyak orang yang kesasar dan terdampar pada aliran-aliran kebathinan dan thariqat-thariqat yang menyalahi prinsip Al-qur’an dan sunnah Rasul karena kesalahan memilih jalan atau mencoba membuat jalan sendiri.

Pada makalah ini pemakalah menjelaskan tentang pengertian tarekat secara umum, tarekat muktabarah dan tarekat ghairu muktabarah, dan pembahasan seputar tarekat Naqsabandiyah.

BAB II
PEMBAHASAN

TAREKAT DALAM TASAWUF


A.    Pengertian Tarekat
Dari segi bahasa tarekat berasal dari bahasa Arab yaitu thariqat artinya adalah jalan, keadaan dan aliran dalam garis tertentu. Jamil Shaliba mengatakan secara harfiah tarikat berarti jalan yang terang lurus yang memungkinkan sampai ke tujuan dengan selamat.[1]
Di kalangan muhaddisin tarikat digambarkan dalam dua arti. Pertama,  menggambarkan sesuatu yang tidak dibatasi terlebih dahulu (lancar), dan kedua, digambarkan pada sistem yang jelas yang dibatasi sebelumnya. Selain itu tarikat juga diartikan sekumpulan cara-cara yang bersifat renungan dan usaha inderawi yang mengantarkan pada hakikat, atau sesuatu data yang benar.
Selanjutnya secara istilah tarikat lebih banyak digunakan para ahli tasawuf, diantaranya adalah:
  1. Mustafa Zahri
Tarikat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat-sahabtanya, tabi’in dan tabi’it-tabi’in turun temurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa kita ini.
  1. Harun Nasution
Tarikat adalah jalan yang harus ditempuh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan.
  1. Hamka
Perjalanan hidup yang ditempuh oleh makhluk dan khalik itulah tarikat.
Jadi, dari pengertian di atas pemakalah mendefinisikan Tarikat adalah jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang didalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatNya disertai dengan penghayatan yang mendalam. Amalannya ditujukan untuk memperoleh hubungan sedekat mungkin dengan Tuhan.

B.     Tarekat Muktabarah dan Ghairu Muktabarah

  1. Tarekat Muktabarah
Ialah tarekat (jalan) yang ditempuh para sufi yang memang betul-betul menurut Al-qur’an dan Hadist, dan pekerjaan mereka tidak menyeleweng dari pada keduanya. Sri Mulyati mendefinisikannya ialah tarekat yang dianggap sah.[2]
  
Adapun tarikat muktabarah yang berkembang di Indonesia diantaranya adalah:
a.       Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarikat yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Abdul Qadir Al Jaelani, yang terkenal dengan sebutan Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani al-ghawsts atau quthb al-awliya’. Tarikat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spritualitas islam karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarikat, tapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabanga tarikat di dunia islam.
Syeikh Abdul Qadir lahir di desa Naif kota Ghilan, ibunya seorang yang shaleh bernama Fathimah Abdullah Al Samai Al Husaini, dan ayahnya bernama Abu Shalih yang jauh sebelum kelahirannya ia bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, yang diiringi oleh para sahabat, Imam Mujahidin, dan wali.
Ajaran dan praktik
1.      Aspek ajaran
Pada dasarnya ajaran Syeikh Abd Qadir Al Jaelani tidak ada perbedaan yang mendasar dengan ajaran pokok islam, terutama golongan ahli sunnah waljama’ah. Sebab Syeikh Abdul sangat menghargai para pendiri mazhab fiqih yang empat dan teologi Asy’ariyah. Menurut Al Sya’rani, bahwa bentuk dan karakter tarikat syeikh Abdul adalah tauhid, sedangkan pelaksanaannya tetap menempuh jalur syari’at lahir dan bathin.
2.      Aspek praktis
Diantara praktek spiritual yang diadopsi oleh tarekat Qodiriyah adalah zikir (terutama melantunkan asma Allah berulang-ulang). Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai tingkatan penekanan dan intensitas. Ada zikir yang terdiri atas satu, dua, tiga dan empat. Zikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan mengulang-ulang asma Allah melalui tarikan nafas panjang yang kuat, seakan dihela dari tingkat yang tinggi, diikuti penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian dihentikan sehingga nafas kembali normal. Hal ini harus diulang secara konsisten untuk waktu yang lama.

b.      Tarekat Syadziliyah
1.      Sejarah lahirnya
Tarikat Syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya dengan pendirinya, yakni Abu Hasan al Syadzili. Selanjutnya nama tarikat ini dinisbahkan kepada namnya syadziliyah yang mempunyai cirri khusus yang berbeda d engan tarikat-tarikat yang lain.
2.      Perkembangan dan aliran-aliran/cabang-cabangnya
Berdasarkan ajaran yang diturunkan Alsyadzili kepada muridnya, kemudian terbentuklah tarikat yang dinisbahkan kepadanya yaitu tarikat Syadziliyah. Tarikat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Suriah dan semenanjung Arabiyah, juga di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Tengah dan jawa Timur. Cabang-cabangnya adalah wafaiyyah, Hanafiyyah, Jazuliyah, Nashiriyyah, ‘Isyawiyah, Tihamiyyah, Darqawiyyah, dan sebagainya.
c.       Tarekat Naqsyabandiyah
1.      Pendiri tarikat Naqsyabandiyah dan penyebarannya
Pendiri tarikat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf terkenal yakni Muhammad bin Muhammad Baha’ Al Din Al Uwaisi Al Bukhari Naqsyabandi (717H/1318M-791H-1389M), dilahirkan disebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari.
2.      Penyebaran tarikat Naqsyabandiyah
Tarikat Naqsyabandiyah adalah sebuah tarikat yang mempunyai dampak dan pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarikat ini pertama kali berdiri di Asia tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afghanistan dan India. Ciri-ciri menonjol tarekat Naqsyabandiyah adalah:
a.       Diikutinya syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang munyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berzikir didalam hati.
b.      Upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama.
d.      Tarekat Khalwatiyah
Merupakan cabang dari tarekat suhrawardiyah yang didirikan di Baghdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi (wafat 1167 m). mengajarkan tujuh tingkatan rohani : nafsu amarah, nafsu lawwamah, nafsu mulhamah, nafsu muthmainnah, nafsu radliyah, nafsu mardliyah dan nafsu kamilah.[3]
e.       Tarekat Syatariyah
Nama Syatariyah dinisbatkan kepada Syaikh ‘Abd Allah Al-Syaththari (w. 890 H/1485 M), seorang ulama yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Syihab Al-Din Abu Hafsh, Umar Suhrawardi, ulama yang mempopulerkan tarekat suhrawardiyah, sebuah tarekat yang didirikan oleh pamannya sendiri, Diya Al-Din Abu Najib Al-Suhrawardi (490-563 H/1079-1168 M).
f.       Tarekat Sammaniyah
Pelopornya ialah Muhammad Samman, meninggal di madinah pada tahun 1720 M. ajarannya meliputi cara  zikir, shalawat, istighfar dan doa. Juga beramah-tamah dengan fakir miskin, jangan tamak, jangan mencintai dunia, menukar akal basyariyah dengan akal rabbaniyah, mengesakan Allah dalam zat, sifat dan af’al-Nya. [4]

  1. Tarekat Ghairu Muktabarah
Ialah tarekat (jalan) yang ditempuh para sufi yang hanya bernuansa Islam akan tetapi pekerjaan yang dilakukan dalam tarekat ini cenderung atau daapt dikatakan menyimpang dari Al-qur’an dan hadis atau dalam definisi lain kebalikan dari tarekat muktabarah. 

C.    Tarekat Naqsabandiyah
Thariqah ini didirikan oleh Muhammad bin Muhammad Baha’u Ad-din Al-Uwaisi Al-Bukhari An-Naqsabandi. Ia lahir di daerah hinduwan yagn terletak beberapa kilometer dari Bukhara pada tahun 717 H (1317 M) dan wafat pada tahun 791 H (1389 M). dikenal sebagai naqsabandiyah karena kepandaiannya melukis hati, dan memang murid-murid Naqsabandiyah dalam mempraktikkan dzikirnya, mengambarkan garis-garis dalam hati mereka dengan kata-kata yang terucapkan untuk menyucikan hati.
Nama Naqsabandiyah diambil dari nama pimpinan aliran ini, Baha-ud din Naqsabandiyah dari Bukhara (1390). Aliran ini kemudian menyebar secara luas di Asia Tengah, Cina, Indonesia, anak benua Hindia, Turki, Eropa serta Amerika Utara. Aliran ini adalah satu-satunya aliran sufi yang memiliki geneologi silsilah transmisi ilmu melalui pemimpin-pemimpin utamanya yakni Abu Bakar, bukan seperti aliran-aliran sufi lain yang memiliki geneologi melalui para pemimpin syiah, tentu Imam Ali sampai kepada Nabi.
Tujuan pokok dari aliran ini adalah taubah, uzlah, zuhud, taqwa, qana’ah, dan taslim. Untuk mencapai hal itu harus menjalankan rukun thariqah-nya yaitu ilmu, sabar, ridha, ikhlas, dan akhlak yang baik. Enam rukun yang menjadi pegangan ialah makrifah, yakin, sakha, sadaq, syukur, dan tafakkur. Enam hal yang harus dikerjakan adalha dzikir, meninggalkan hawa nafsu, meninggalkan dunia, melakukan agama dengan sungguh-sungguh, berbuat ihsan, dan mengerjakan amal kebaikan.
Adapun dasar thariqat ini adalah memegang teguh iktikad ahlu sunnah, senantiasa muraqabah, meninggalkan kebimbangan dunia selain Allah, menghias diri dengan segala sifat-sifat yang berfaedah dari ilmu agama, dan menghindarkan kealpaan terhadap Tuhan dan berakhlak yang baik (akhlak Nabi Muhammad Saw).[5]

Naqsabandiyah (asas dan ajaran)
Prinsip dasar dari tarekat Naqsabandiyah ada sebelas, yang delapan merupakan ajaran Abd Al-Khaliq Al-Gujdawani, dan tiga dari Muhammad Baha’u Ad-din An-Naqsabandiyah.
Adapun ketiga ajaran dasar yang ditetapkan An-Naqsabandiyah dalam tarekat ini adalah sebagai berikut:
  1. Wukuf zamani (istirahat sementara), yaitu memeriksa penggunaan waktu seseorang. Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. Maksudnya, dalam setiap saat ia memperhatikan apakah selama itu ia ingat kepada Allah atau tidak. Bila ia ingat, hendaklah ia bersyukur, bial ia lupa maka hendaklah ia minta ampun dan kembali ingat kepada Allah.
  2. Wukuf adadi (istirahat numeris) yaitu memeriksa hitungan dzikir seseorang.
  3. Wukuf qalbi (istirahat hati), adalah menjaga hati tetap terkontrol.

Adapun kedelapan ajaran al-gujdawani adalah sebagai berikut:
  1. Hus dar dam (sadar sewaktu bernafas); dalam keadaan sadar akan Allah.
  2. Nazas bar qadam, (memperhatikan tiap langkah diri).
  3. Safar dan watan (perjalanan mistik di dalam diri) yakni meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. 
  4. Khalwat dar anjuman (sepi di tengah keramaian). Dengan meyibukkan diri dengan terus-menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lain.
  5. Yad kard (peringatan kembali) adalah ingat, menyebut, terus-menerus mengulangi nama Allah.
  6. Baz qasyt (kembali, memperbarui). Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang.
  7. Niqah dasyt (memperhatikan pemikiran sendiri) adalah waspada, yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menrus sewaktu melakukan dzikir tauhid, untuk mencegah supaya pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran kan tuhan.
  8. Yad dasyt (pemusatan perhatian kepada Allah) artinya mengingat kembali. Penglihatan yang diberkahi, maksudnya perhatian kosentrasi penuh kepada musyahadah terhadap cahaya-cahaya zat yang esa. [6
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Tarekat Artinya Jalan, Petunjuk Dalam Melakukan Sesuatu Ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai berantai. Dengan kata lain, tarekat adalah jalan spiritual dalam agama islam.
Ada lima perkara pokok ajaran semua tarekat (yang sah), menurut Abu Bakar Atjeh yaitu sebagai berikut:
1.      Mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan pelaksanaan semua perintah agama
2.      Mendampingi guru-guru dan teman-teman setarekat untuk mempelajari cara melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya
3.      Meninggalkan rukhshah dan ta’wil untuk menjaga dan memelihara kesempurnaan amal.
4.      Menjaga dan memepergunakan waktu serta mengisinya denga wirid dan doa guna mempertebal khusyu’ dan khudhur.
5.      Mengekang diri jangan sampai menuruti hawa nafsu dan menjaga diri supaya tidak terjerumus ke dalam kesalahan.

B.     SARAN
Demikianlah makalah ini dibuat, pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah mohon kritik dan saran yang bersifat membangun.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003
Mulyati, Sri. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta : Kencana, 2005  
Ya’qub, Hamzah. Tasawuf dan Taqarrub. Bandung: Pustaka Madya, 1987
Jumantoro, Totok dan Munir Amin, Samsul. Kamus Ilmu Tasawuf. Jakarta : Penerbit Amzah, 2005


[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) h. 269  
[2] Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005) h. 9  
[3] Hamzah Ya’qub, Tasawuf dan Taqarrub, (Bandung: Pustaka Madya, 1987) h. 44
[4] Ibid., h. 45
[5] Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amir, Kamus Ilmu Tasawuf, (Jakarta : Penerbit Amzah, 2005) h. 164   
[6] Ibid., h. 167.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar